Sambara dan Asam Uratnya

Namanya Sambara, mahasiswa semester lima. Jurusan budidaya. Siang itu, ia meminta ijin duduk di kursi seberang mejaku. Hanya kursi itu yang tersisa. Lainnya, sudah penuh dengan orang-orang dan obrolan yang menggema. Aku lihat ia memesan makanan, namun sesampainya di meja, menu yang ia pesan lebih mirip santapan para bikhu. Tanpa daging-dagingan, walau ayam goreng dan seafood di kantin ini terkenal akan rasanya yang luar biasa.
Selesai makan, ia minum air putih. Hanya itu. Ia tak memesan es teh manis atau kopi hitam kesukaan para laki-laki seusianya. Dan sejurus kemudian, ia meminum pil. Aku tahu, itu pil untuk asam urat atau pil untuk orang yang punya masalah dengan batu ginjal. Di bungkusnya tertulis; allopurinol.
“Nggak ngopi mas?”
“Enggak berani bang, gw kena asam urat. Ini tadi yang kuminum obat buat asam urat”
“Lho, katanya asam urat nggak bisa sembuh, kok ada obatnya? Lagian, lu yakin ada penyakit yang nggak bisa sembuh?”
Aku sengaja memancing pikiran kritisnya. Selama ini, orang percaya bahwa asam urat nggak bisa sembuh. Orang juga percaya bahwa daging-dagingan itu bisa bikin asam urat kumat. Walau banyak dari mereka sudah patuh, namun asam uratnya tetap saja tinggi.
asam urat
“Wah, iya juga ya. Sebenarnya gw juga heran, kenapa ya asam urat bisa tinggi, kolesterol gw juga agak tinggi. Padahal, selama ini olah raga rutin, obes enggak, makanan yang dikonsumsi juga gak aneh-aneh. Mahasiswa itu apa sih yang dimakan? daging-dagingan kan juga jarang. Lebih banyak ngiritnya”
Aku tersenyum tipis sambil menghisap sigaretku dalam-dalam. Sambara terlihat polos tapi pikirannya jernih. Ia mulai curiga, ada yang nggak nyambung antara pola hidupnya yang irit dan patuh, dengan angka asam urat yang tinggi terus.
“Lu kuliah di jurusan budidaya, kan?” tanyaku pelan.
“Iya, bang.”
“Kalau lu pelihara lele di kolam terpal, terus ikan lu suatu hari pada hormat bendera… apa yang pertama lu curigai?”
Ia mengernyitkan dahi, berpikir sejenak. “Ya… kualitas airnya sih bang. Mungkin amoniaknya naik, atau filtrasinya rusak.”
“Nah, kenapa kalau tubuh lu yang ‘ikannya’ mulai hormat bendera, ngeluarin asam urat berlebihan —alias banyak sel yang rusak, lu malah nyalahin makanannya, bukan kualitas ‘air’ di tubuh lu?”
Dia terdiam. Sepertinya belum bisa menangkap apa yang kumaksud.
“Begini, ibaratkan sel-sel di tubuh lu itu ikan, darah itu airnya, pembuluh darah pipa, jantung itu pompa, ginjal sebagai filternya. Sedangkan asam urat? Itu serupa amoniak dari ikan yang mati dan busuk di dasar kolam. Nah, analogikan ke tubuh. Bukankah ketika sel rusak, ia akan dirombak juga jadi asam urat? Di dalam sel itu kan ada DNA nya. Satu hal yang jarang dibicarakan dan musti lu tahu. Asam urat dari makanan itu cuma nyumbang 10-20% dari total asam urat yang ada di plasma. Sisanya, 80-90% itu dari tubuh lu sendiri. Lu pernah dikasih tahu ini belum?
Asam urat itu bukan penyakit dari luar. Itu limbah metabolik tubuh lu sendiri. Kalau limbahnya numpuk, bisa jadi bukan karena makanan yang banyak purin… tapi karena di tubuh lu banyak peradangan tersembunyi atau petugas kebersihannya yang lagi down. Perhatikan dua hal itu saja.”
“Maksudnya ginjal?”
“Ginjal, liver, dan sistem imun. Tiga sekawan yang jadi petugas kebersihan lu. Kalau mereka kelelahan, stres, dehidrasi, atau terganggu karena peradangan, ya limbahnya ngendon. Jadilah ‘angka’ tinggi di hasil lab. Tapi bukan karena lu makan seafood kemarin sore.”
Sambara tertawa kecil, agak pahit. “Tapi nyatanya kalau gw makan seafood, asam uratnya naik makin tinggi tuh. Gimana bang?”
“Ya jelas aja, daging-dagingan itu kan proteinnya tinggi. Sel-selnya padet, otomatis purinnya juga tinggi. Dan satu lagi, kecernaannya lebih ok dibanding protein dari tumbuhan. Profil asam aminonya kemungkinan juga lebih proposional, “mirip” tubuh manusia. Itu berarti, memasukkan daging-dagingan sama saja dengan memasukkan paket komplit bahan bangunan pembentuk sel. Tubuh lu jadi ngebut renovasi sel.
Saat bahan makanan itu dipecah, selain jadi asam amino, ia juga pecah purin. Hasil sampingannya asam urat. Sel-sel lu yang rusak itu purinnya juga dipecah jadi puing asam urat. Dan lu tahu sendiri, jalan tol satu-satunya hanyalah pembuluh darah. Makanya, kalau dites asam uratnya jadi tinggi. Asal nggak macet, asam urat lu aman. Dia nggak bakal supersaturasi lalu ngendap jadi kristal. Lu nggak perlu telan diclofenac. Coba lu pikir, kalau lu malah stop bahan bangunan, gimana ceritanya sel-sel di tubuh lu bisa dibangun ulang? Lagian, lu tadi bilang kolesterol lu juga agak naik. Itu kan tandanya di tubuh lu ada peradangan”
“Wah, iya juga ya bang. Tapi….”
“Nggak usah tapi tapi, lu nanti cari sendiri referensinya. Orang sehat kalau telen pil seperti yang lu telen tadi seumur hidupnya, apa yang bakal terjadi? Lu pernah mikir sampai sini nggak? Nih… ngudud dulu, stress bikin tubuh lu masuk mode katabolik. Asam urat termasuk salah satu hasil sampingannya. Lu udah habis air satu botol kan? Entar habis kencing tambahin lagi yang banyak. Sekarang, pesen kopi pahit gih, gw yang bayarin. Entar lu cari tahu kenapa gw suruh lu minum kopi pahit”
“Oke deh, penjelasan lu masuk akal bang. Berarti gw kurang air? Kayaknya enggak. Kalau stres, masak sih? Kalau peradangan mungkin saja, tapi karena apa?”
Aku tampaknya berhasil memancing rasa penasarannya.
“Ok, kalau untuk itu, lu perlu pelajari peradangan kronis, akut, dan tersembunyi. Lalu, lu juga pelajari mikrobiota usus dan fungsinya terhadap imunitas. Dan lu ingat-ingat, sejak kapan lu mulai bermasalah dengan asam urat? Sekaligus, apa saja yang masuk ke tubuh lu sebelum gejala itu mulai muncul. PR tuh buat lu, 4sks lah”
Sambara tampak bengong. Pandangannya kosong menembus dinding kantin. Tangannya memutar-mutar botol air. Sore itu, pembicaraan kami berhenti ketika kursi di sekeliling mulai kosong. Ketika seseorang menepuk bahuku.
“Dot, buru cabut. Gw dah dapet legalisir ijasah nih”
Ternyata, kawanku yang sedari tadi kutunggu sudah selesai. Aku main ke sini karena diajak olehnya. Diajak untuk legalisir ijasah sembari bernostalgia saat-saat kuliah. Sekalian “cuci mata”, katanya.
“Masnya anak budidaya ya? Diceramahin apa aja sama orang gila satu ini? Jangan dipercaya, sesat nih orang, hahahaha”
Sambara hanya tersenyum lantas pamit sambil membawa bekal baru: curiga atas kesehatan dan semangat belajar dari tubuhnya sendiri. Tapi masih ada yang mengganjal…
“Eh Bang, kalau ngudud apa hubungannya? Bukannya malah bikin sakit?”
“Hahahaha… Entar. Bab itu bisa jadi 3 sks setelah PR yang tadi lu kerjain. Dan nanti, setelah asam urat lu sembuh, lu akan tahu dengan sendirinya ada apa gerangan dengan tembakau? Itu tema bahasan yang sama rumitnya dengan klaim: diabetes nggak bisa sembuh, atau ikan mas yang kena KHV pasti akan mati 100%”
Obat masih di sakunya, tapi kali ini bukan sebagai senjata utama. Hanya cadangan, sementara ia belajar membangun aliansi kembali dengan tubuhnya. Dan mungkin, kali berikutnya ia datang ke kantin…
ia berani pesan seafood setengah porsi, air mineral, plus kopi pahit tanpa rasa bersalah. Dan tak lupa, ngudud…
NB: ijasah temen gw, aseli…
Nggak usah serius-serius, ini cuma ngarang bebas
Masdot
Ebook Asam Urat : KLIK DI SINI

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Scroll to Top