Meninjau Ulang Autoimun dari Akarnya
Belakangan ini, topik autoimun semakin sering dibahas. Salah satu penyebab yang sering disebut adalah leaky gut atau kebocoran usus. Tapi pertanyaannya: kenapa usus bisa bocor? Sayangnya, penjelasan yang sering muncul cenderung mengambang. Banyak yang menyalahkan gluten atau pola makan tinggi gula. Padahal, jika kita telusuri lebih dalam, faktor-faktor tersebut bukan satu-satunya — bahkan bukan yang paling kuat.
Ada satu faktor penting yang jarang dibahas secara jujur: obat-obatan medis, seperti NSAID dan antibiotik. Obat yang kita konsumsi dengan niat “meredakan gejala” justru punya potensi merusak lapisan mukosa usus, membuka pintu bagi leaky gut, dan memicu proses autoimun.
Belum lagi soal intervensi medis yang dipercaya membuat tubuh kebal penyakit. Kalau sistem mikrobiota di usus gagal menetralisir zat asing yang masuk (apa pun bentuknya) sistem kekebalan akan bereaksi. Reaksi ini bisa sangat merusak, dan dalam jangka panjang dapat berkembang menjadi kondisi autoimun.

Alternatif Pemahaman Autoimun
Pemahaman umum menyebut autoimun sebagai “tubuh menyerang dirinya sendiri”. Tapi mari kita lihat dari sisi lain: Mungkin sistem imun tidak salah sasaran, melainkan sedang bereaksi terhadap zat asing (non-self) yang menempel di jaringan tertentu.
Contohnya:
- Kalau “non-self” berdiam di usus, muncul IBD.
- Kalau di jaringan ikat, muncul scleroderma.
- Kalau di pankreas, jadi diabetes tipe 1.

Tubuh sebenarnya ingin membersihkan zat tersebut. Tapi ketika zat ini sulit dinetralisir, inflamasi menjadi kronis. Dalam kondisi seperti ini, sistem tubuh tidak hanya membutuhkan imun, tapi juga butuh dukungan berupa antioksidan, agen pengkelat, atau senyawa pengikat racun, tergantung kondisi.
Yang menyedihkan, pendekatan medis saat ini lebih fokus meredam dengan kortikosteroid, bukan menyelesaikan dari akar. Ambil contoh psoriasis. Banyak orang mengalami flare-up saat stres. Apa hubungannya? Medis konvensional sering kali tidak bisa menjawab secara menyeluruh. Paling banter, pasien diberikan obat oles atau antiinflamasi lagi.
Padahal, stres memicu tubuh masuk ke mode katabolik. Zat-zat yang selama ini tersembunyi mulai dilepas. Kortisol (hormon stres yang juga berperan sebagai antioksidan) akan bereaksi terhadap zat asing tersebut. Jika kadar kortisol sudah rendah, tubuh makin kewalahan. Inilah salah satu penjelasan mengapa penderita autoimun seperti psoriasis sering kali memiliki kadar kortisol lebih rendah dari normal.
Mungkin ini baru hipotesis. Tapi hipotesis yang lahir dari pengalaman nyata, bukankah layak untuk dipertimbangkan? Aku bukan dokter. Aku hanyalah seorang mantan pasien dengan daftar riwayat penyakit yang panjang: Mulai dari batuk pilek berulang, eksim, gejala tipes sampai tipes beneran, DBD berulang (5x), mencret kambuhan, cacar, hepatitis, BAB berdarah, IBD, hingga psoriasis. Sebagian dari kondisi ini bahkan digolongkan sebagai autoimun.
Dan ya, aku imunisasi lengkap. Tapi makin ke sini, aku mulai bertanya-tanya: apakah pendekatan yang aku jalani dulu benar-benar menguatkan tubuh atau justru melemahkan dari dalam? Ilmu kesehatan terus berkembang. Kini, para peneliti mulai serius meneliti mikrobiom dan virom manusia. Mereka mulai menemukan bahwa saluran cerna adalah pusat imun manusia. Bukan sekadar “perut”, tapi markas besar pertahanan tubuh.
Di titik ini, bahkan banyak ilmuwan mulai mempertanyakan kembali teori lama yang selama ini dipegang teguh, seperti teori kuman besutan Pasteur. Apakah benar bakteri dan virus selalu jadi musuh? Atau mereka justru bagian dari tubuh manusia yang muncul ketika sistem internal terganggu, terutama oleh polutan dari makanan, udara, atau bahkan suntikan?
Aku tidak menuntut semua orang untuk langsung setuju. Tapi aku berharap, kita mulai membuka ruang untuk berpikir lebih luas: bahwa tubuh manusia diciptakan dengan sistem yang sangat kompleks, seimbang, dan luar biasa. Dan tugas kita adalah mendengarkan. Mendengarkan tubuh ketika protes, bukan malah membungkam “suara”nya. Alih-alih menekan gejala, bukankah lebih baik memahami akar masalahnya?
Mas Dot

Ebook: Hutan Yang Terbakar , link: KLIK DI SINI




